Ompu Palti Raja
Si Raja Batak mempunyai 2 orang anak, yaitu Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Dari Guru Tatea Bulan lahirlah Tuan Sariburaja yang kemudian memiliki anak bernama Si Raja Lontung. Kemudian Si Raja Lontung memperanakkan Toga Sinaga, lalu Toga Sinaga mempunyai 3 orang anak yaitu Bonor, Ompu Ratus, dan Hasagian (Uruk). Sinaga Bonor mempunyai 3 orang anak Pande, Tiang Ditongan, dan Suhut Ni Huta, dari Pande lah lahir Ompu Palti Raja (W. Hutagalung; 1961).
Dalam tatanan kehidupan sosial-religiusnya, suku Batak Toba percaya dengan adanya 'Sahala Harajaon' (talenta untuk menjadi pemimpin) yang diperoleh dari Tuhan pencipta dan diwarisi kepada 3 kelompok marga yaitu Raja Lontung, Raja Borbor, dan Sumba. Dari kelompok itulah lahir talenta untuk menjadi pemimpin yang dipercaya untuk menjadi imam tinggi (Pandita Raja) dan mendapat gelar Ompu Palti Raja (Lontung), Jonggi Manaor (Borbor), dan Sisingamangaraja (Sumba). Palti Raja dan Jonggi Manaor berdomisili di Samosir dan Sisingamangaraja bertempat di Bakkara (Sitor Situmorang;1987).
Ketiganya mempunyai kedudukan dan peranan yang sama pentingnya dalam masing-masing kelompok marga dan fungsi sosial-religiusnya. Pada upacara ritual 'Hoda Somba' yaitu ritual mempersembahkan kurban hewan berupa seekor kuda kepada 'Debata Mulajadi Nabolon' (Tuhan Pencipta), yang biasanya diadakan bila sedang terjadi kemarau panjang di wilayah Samosir. Maka Jonggi Manaor dipercayakan sebagai pemimpin ritual untuk Martonggo (berdoa) dengan dilanjutkan menyerahkan kuda persembahan tersebut kepada Raja Uti sebagai perantara, yang diyakini sebagai inkarnasi Mulajadi Nabolon.
Ompu Palti Raja juga mempunyai kemampuan untuk memanggil hujan, mengontrol kegiatan agrikultur dan memimpin ritual ritual yang berkaitan dengan bidang pertanian yang biasa dilakukan oleh Raja Parbaringin. Gelar Ompu Palti Raja juga mirip dengan Sisingamangaraja, yaitu ada Palti Raja I-XII dan tiap Palti Raja mempunyai kesaktian seperti halnya sosoj yang memegang Gelar Sisingamangaraja yang harus diuji dahulu sebelum ditabalkan menjadi 'Singa Mangaraja'. Palti Raja XII diketahui lahir pada tahun 1860.
Palti Raja I-X sampai saat ini tidak diketahui dimana dikuburkan, menurut cerita orang-orang tua bahwa Palti Raja I-X sempat pergi merantau keluar Samosir, disinyalir ke arah Dairi, Simalungun, dan Pangaribuan. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya kampung di Pangaribuan yang bernama Lumban Sinaga dan banyak juga marga Sinaga di Simalungun. Dan kalau ada marga Sinaga Bonor Pande di daerah selain Samosir kemungkinan ialah keturunan dari Palti Raja yang telah merantau ke daerah lain.
Pada sekitar abad ke 17, Sisingamangaraja X yang ingin meluaskan pengaruhnya di seluruh tanah batak, melihat kedudukan kedua Pandita Raja ini sebagai penghalang untuk menyatukan pengaruh sosial-religiusnya. Maka Sisingamangaraja X menyerang Samosir bersama pasukannya, bertahun-tahun mereka berperang dan telah banyak korban dari kedua belah pihak maka mereka sepakat untuk gencatan senjata. Waktu itu Sisingamangaraja mungkin masih penasaran dengan Ompu Palti Raja yang dia dengar punya kesaktian, kemudian dilakukanlah sabung ayam dan adu kerbau (mandugu horbo), dalam pertandingan itu ayam dan kerbau Ompu Palti Raja menang dan sesuai perjanjian Sisingamangaraja dan pasukannya harus meninggalkan Samosir (H. Sinaga).
Dengan adanya penyebaran orang batak toba yang pergi merantau ke daerah-daerah lain, maka pengaruh Ompu Palti Raja yang juga Pandita Raja ini sampai juga ke daerah Simalungun dan sekitar pantai utara, sedangkan Jonggi Manaor di sekitar Limbong dan juga Barus dan Sisingamangaraja hampir seluruh wilayah Toba (S. M. Nainggolan;2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar