Rabu, 20 Mei 2015

Marga-Marga Batak Toba

Berikut ini adalah daftar marga-marga suku Batak Toba :


Aritonang
Aruan
Banjarnahor
Bagariang
Bakkara
Batubara
Butarbutar
Debataraja
Doloksaribu
Gultom
Gurning
Harianja
Harahap
Hasibuan
Hasugian
Hutabarat
Hutagaol
Hutahaean
Hutajulu
Hutasoit
Hutapea
Hutasuhut
Hutauruk
Hutagalung
Limbong
Lubis
Lumbangaol
Lumbannahor
Lumbanpea
Lumbanraja
Lumbantungkup
Malau
Manalu
Manik
Manullang
Manurung
Marbun
Marpaung
Munthe
Manihuruk
Nababan
Nadapdap
Nadeak
Naibaho
Naiborhu
Nainggolan
Naipospos
Napitupulu
Ompu Sunggu
Pakpahan
Pandiangan
Pane
Pangaribuan
Panggabean
Panjaitan
Parapat
Pardede
Pardosi
Pasaribu
Pohan
Purba
Rambe
Rajagukguk
Rangkuti
Ritonga
Rumahorbo
Rumapea
Rumasingap
Rumasondi
Sagala
Samosir
Saragi
Sarumpaet
Siadari
Siagian
Siahaan
Siallagan
Sianipar
Sianturi
Sibaringbing
Sibarani
Siboro
Siburian
Sibuea
Sidabalok
Sidabutar
Sidabungke
Sidauruk
Sigalingging
Sihaloho
Sihite
Sihombing
Sihotang
Sijabat
Silaban
Silaen
Silalahi
Silitonga
Simalango
Simamora
Simangunsong
Simanjorang
Simanjuntak
Simanungkalit
Simaremare
Simarmata
Simatupang
Simbolon
Simorangkir
Sinabariba
Sinaga
Sinambela
Sinurat
Sipahutar
Sipayung
Sirait
Siregar
Siringo-ringo
Sitanggang
Sitindaon
Sitinjak
Sitohang
Sitompul
Sitorus
Situmeang
Situmorang
Situngkir
Sormin
Silitonga
Tamba
Tambunan
Tampubolon
Tarihoran
Tobing
Togatorop
Tumanggor
Turnip

Selasa, 19 Mei 2015

Asal Mula Marga SINAGA

Asal Mula Marga Sinaga

Menurut cerita lisan yang penulis dengar dari orang tua-orang tua, semua orang batak toba berasal dari satu garis keturunan yang bernama Si Raja Batak. Si Raja Batak kemudian memiliki 2 orang anak yaitu Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Dari istrinya yang bernama Si Boru Baso Burning, Guru Tatea Bulan memiliki 5 orang putra dan 4 orang putri. Putra dan putri tersebut adalah :
Putra :
1. Raja Uti
2, Saribu Raja
3. Limbong Mulana
4. Sagala Raja
5. Silau Raja.
Putri :
1. Si Boru Pareme
2. Si Boru Anting Sabungan
3. Si Boru Biding Laut
4. Nantinjo

Saribu Raja yang merupakan anak kedua dari Guru Tatea Bulan melakukan hubungan incest dengan iboto nya sendiri yaitu Si Boru Pareme. Hal itu kemudian diketahui oleh adiknya yaitu Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Silau Raja. Mereka berniat untuk mengusir Saribu Raja dan Si Boru Pareme keluar dari kampung mereka karena perbuatan tersebut dianggap memalukan dan melanggar adat. Saribu Raja dan Si Boru Pareme kemudian pergi dari Pusuk Buhit ke Sabulan (Ulu Darat). Setelah sampai disitu, Saribu Raja kemudian pergi meninggalkan Si Boru Pareme ke arah Barus dan menikah lagi disitu dan kemudian lahir Si Raja Borbor, setelah itu kemudian Saribu Raja pergi dan menikah kembali dan lahirlah Raja Galeman.

Si Boru Pareme ditinggalkan dalam keadaan hamil di Ulu Darat, kemudian dia bertemu dengan harimau (Babiat Sitelpang) yang ingin meminta tolong karena ada tulang yang menyangkut di tenggorakan setelah dia memakan hasil buruan nya. Babiat Sitelpang tersebut akhirnya menjadi teman dari Si Boru Pareme karena ingn membalas budi karena dia sudah ditolong. Si Boru Pareme kemudian melahirkan anak dan diberi nama Si Raja Lontung. Setelah dewasa Babiat Sitelpang lah yang mengajari Si Raja Lontung untuk mempelajari ilmu bela diri (mossak). 

Si Raja Lontung bertumbuh dewasa dan sudah saatnya untuk menikah. Kemudian dia bertanya pada ibu nya "Ibu, dimana kampung Tulang", Si Boru Pareme malu memberi tahu pada anaknya bahwa ibunya menikahi ito nya sendiri. Si Raja Lontung pun tidak kehabisan akal dan terus bertanya pada ibunya untuk mencari kampung tulang nya itu. Si Boru Pareme pun tidak bisa lagi membohongi Si Raja Lontung, dia pun menyuruh Si Raja Lontung untuk pergi mencari kampung tulang nya ke arah Pusuk Buhit dan memberinya sebuah cincin. Dia bergegas mencari kampung tulang nya ke Pancur Sipitu Dai sambil membawa cincin pemberian ibunya tersebut. Tanpa diduga Si Boru Pareme pun ikut pergi ke Pancur Sipitu Dai dengan memotong jalan dari Danau Toba dan tiba lebih dulu daripada Si Raja Lontung.

Setelah melakukan perjalanan, akhirnya Si Raja Lontung tiba di Pancur Sipitu Dai dan melihat ada seorang gadis yang sedang mandi. Dia berfikir bahwa itu lah boru ni Tulang nya yang tadi dikatakan oleh Si Boru Pareme. Mereka berdua mengobrol, saling menanyakan marga, dan ternyata benar mereka marPariban. Si Raja Lontung pun menyematkan cincin pemberian ibunya tadi dan ternyata pas di tangan wanita tersebut yang tidak lain adalah ibunya sendiri. Setelah kejadian itu, Sabulan mengalami longsor dan Si Raja Lontung berfikir bahwa ibunya suda meninggal karena terjadi longsor. Padahal longsor itu adalah permintaan Si Boru Pareme pada Mulajadi Nabolon agar kebohongannya tersebut tidak diketahui anaknya. Si Raja Lontung pun menikahi pariban nya tersebut yang tidak lain adalah ibu kandung nya sendiri, kemudian lahirlah 7 orang putra yaitu :
1. Toga Sinaga
2. Tuan Situmorang
3. Toga Pandiangan
4. Toga Nainggolan.
5. Toga Simatupang
6. Toga Aritonang
7. Toga Siregar
serta 1 orang putri yang diberi nama Si Boru Panggabean yang kemudian menikah dua kali kepada marga Simamora dan Sihombing.




Sekilas Tentang Ompu Palti Raja Sinaga

Ompu Palti Raja

Si Raja Batak mempunyai 2 orang anak, yaitu Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Dari Guru Tatea Bulan lahirlah Tuan Sariburaja yang kemudian memiliki anak bernama Si Raja Lontung. Kemudian Si Raja Lontung memperanakkan Toga Sinaga, lalu Toga Sinaga mempunyai 3 orang anak yaitu Bonor, Ompu Ratus, dan Hasagian (Uruk). Sinaga Bonor mempunyai 3 orang anak Pande, Tiang Ditongan, dan Suhut Ni Huta, dari Pande lah lahir Ompu Palti Raja (W. Hutagalung; 1961).

Dalam tatanan kehidupan sosial-religiusnya, suku Batak Toba percaya dengan adanya 'Sahala Harajaon' (talenta untuk menjadi pemimpin) yang diperoleh dari Tuhan pencipta dan diwarisi kepada 3 kelompok marga yaitu Raja Lontung, Raja Borbor, dan Sumba. Dari kelompok itulah lahir talenta untuk menjadi pemimpin yang dipercaya untuk menjadi imam tinggi (Pandita Raja) dan mendapat gelar Ompu Palti Raja (Lontung), Jonggi Manaor (Borbor), dan Sisingamangaraja (Sumba). Palti Raja dan Jonggi Manaor berdomisili di Samosir dan Sisingamangaraja bertempat di Bakkara (Sitor Situmorang;1987).

Ketiganya mempunyai kedudukan dan peranan yang sama pentingnya dalam masing-masing kelompok marga dan fungsi sosial-religiusnya. Pada upacara ritual 'Hoda Somba' yaitu ritual mempersembahkan kurban hewan berupa seekor kuda kepada 'Debata Mulajadi Nabolon' (Tuhan Pencipta), yang biasanya diadakan bila sedang terjadi kemarau panjang di wilayah Samosir. Maka Jonggi Manaor dipercayakan sebagai pemimpin ritual untuk Martonggo (berdoa) dengan dilanjutkan menyerahkan kuda persembahan tersebut kepada Raja Uti sebagai perantara, yang diyakini sebagai inkarnasi Mulajadi Nabolon.

Ompu Palti Raja juga mempunyai kemampuan untuk memanggil hujan, mengontrol kegiatan agrikultur dan memimpin ritual ritual yang berkaitan dengan bidang pertanian yang biasa dilakukan oleh Raja Parbaringin. Gelar Ompu Palti Raja juga mirip dengan Sisingamangaraja, yaitu ada Palti Raja I-XII dan tiap Palti Raja mempunyai kesaktian seperti halnya sosoj yang memegang Gelar Sisingamangaraja yang harus diuji dahulu sebelum ditabalkan menjadi 'Singa Mangaraja'. Palti Raja XII diketahui lahir pada tahun 1860.

Palti Raja I-X sampai saat ini tidak diketahui dimana dikuburkan, menurut cerita orang-orang tua bahwa Palti Raja I-X sempat pergi merantau keluar Samosir, disinyalir ke arah Dairi, Simalungun, dan Pangaribuan. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya kampung di Pangaribuan yang bernama Lumban Sinaga dan banyak juga marga Sinaga di Simalungun. Dan kalau ada marga Sinaga Bonor Pande di daerah selain Samosir kemungkinan ialah keturunan dari Palti Raja yang telah merantau ke daerah lain.

Pada sekitar abad ke 17, Sisingamangaraja X yang ingin meluaskan pengaruhnya di seluruh tanah batak, melihat kedudukan kedua Pandita Raja ini sebagai penghalang untuk menyatukan pengaruh sosial-religiusnya. Maka Sisingamangaraja X menyerang Samosir bersama pasukannya, bertahun-tahun mereka berperang dan telah banyak korban dari kedua belah pihak maka mereka sepakat untuk gencatan senjata. Waktu itu Sisingamangaraja mungkin masih penasaran dengan Ompu Palti Raja yang dia dengar punya kesaktian, kemudian dilakukanlah sabung ayam dan adu kerbau (mandugu horbo), dalam pertandingan itu ayam dan kerbau Ompu Palti Raja menang dan sesuai perjanjian Sisingamangaraja dan pasukannya harus meninggalkan Samosir (H. Sinaga).

Dengan adanya penyebaran orang batak toba yang pergi merantau ke daerah-daerah lain, maka pengaruh Ompu Palti Raja yang juga Pandita Raja ini sampai juga ke daerah Simalungun dan sekitar pantai utara, sedangkan Jonggi Manaor di sekitar Limbong dan juga Barus dan Sisingamangaraja hampir seluruh wilayah Toba (S. M. Nainggolan;2007)